Tim Jurnalis Suara hijau

Kedisplinan jurnalis untuk narasumber

Oleh : Suqad

“Menulislah seperti wartawan dan diskusilah seperti kalangan intelektual”

Salah satu hal penting untuk mendapatkan suatu informasi yang faktual dan tidak melanggar kode etik jurnalistik adalah dengan mendapatkan infomasi langsung dari narasumber dengan melakukan wawancara.

Terkadang pula untuk mendapatkan narasumber yang memiliki kapasitas untuk mengungkapkan suatu fakta, seorang wartawan perlu membuat janji terlebih dahulu atau memberikan surat tugas dari media agar narasumber dapat digali informasinya dengan jelas dan mendalam.

BACA JUGA :

Bergelut di dunia jurnalistik memanglah pekerjaan yang memerlukan kepekaan serta analisis yang tajam sebelum membuat pemberitaan untuk pembaca, agar hasil bacaan yang diterbitkan suatu media dapat mencerdaskan seorang pembaca.

Sebelum memulai agenda peliputan, sebuah media baik online atau cetak memerlukan proses perencanaan yang matang agar dapat menghasilkan sebuah tulisan yang dapat dikonsumsi khalayak publik, yang disebut dengan rapat redaksi.

Sore itu setelah melakukan rapat redaksi, rekan tim jurnalis yang berjumlah 7 orang diberikan tugas untuk mewawancarai kepala seksi pengembangan kebijakan dan limbah B3, Kahfiani S.Hut Dinas Lingkungan Hidup Kota Makassar (DLHK) yang berlokasi di Jl. Urip Sumoharjo No.8, Maccini, Kec. Makassar.

Sebelum melakukan wawancara tim jurnalis terlebih dahulu memberikan surat tugas kepada DLHK Makassar agar dapat melakukan wawancara, mereka pun diberikan jadwal jam 8 pagi untuk melakukan wawancara.

“Jam 8 pagi dek nah kesini na bilang ibu,”Ucap Staf Kahfiani diruang tunggu.

Setelah diberikan jadwal untuk melakukan wawancara dengan narasumber kemudian ketua Tim menganjurkan kepada rekan timnya agar beristirahat dan tidak begadang hingga larut malam dikarenakan besok pagi-pagi buta mereka akan melakukan wawancara dengan seorang Pejabat dengan jam terbang yang begitu padat.

“Jadi cepat semua tidur nanti malam nah karena mau ki briefing dulu besok jam 7 sebelum pergi kesini tapi kalau tidak sempat langsung saja bergeser ke DLHK kita ketemu disana nah,”.Ucap qadri selaku ketua tim ketika menutup briefing.

Ketakutan seorang jurnalis apalagi seorang Ketua tim yang memiliki tanggung jawab untuk memastikan kelancaran peliputan yakni, molornya rekan satu timnya untuk melakukan wawancara, akan tetapi dalam sebuah tim tidak semuanya memiliki watak yang sama melainkan berbagai watak.

Tiba-tiba dari kejauhan datanglah Nurhayati dengan membawa alat rekaman untuk wawancara, membuat suasana menjadi mulai mereda, dikarenakan sebelumnya Ketua tim yang sedang penuh harap menunggu rekannya agar dapat bergegas menyusulnya.

Mereka pun langsung bergegas menuju keruangan narasumber untuk segera melakukan wawancara, untungnya saat itu mereka telah mengantisipasi keadaan terburuk dengan membawa alat-alat paling penting saat itu.

Mereka kemudian bertemu dengan seorang Staf yang sedang menunggu diluar ruangan narasumber dan bertanya kepada mereka tentang kesiapan sebelum melakukan wawancara.

“Bagaimana dek kalian sudah siap wawancara soalnya ibu sudah tungguki,”Ucap staf sambil mengarahkan menuju ruangan yang kerap kali digunakan untuk konferensi pers.

Walau keadaan panik saat itu, seorang jurnalis tetaplah harus berpikir jernih dan bekerja secara maksimal dan profesional walau personil tim yang kurang, dan langsung menyiapkan segala keperluan wawancara bersama Nurhayati.

Alhasil proses wawancara berjalan dengan lancar walau berbeda dengan rencana sebelumnya. Mereka pun beranjak menuju ke kantor biro untuk mengevaluasi keadaan wawancara tadi.

Dengan muka penuh kekesalan yang nampak diraut muka Ketua tim jurnalis dikarenakan rencananya untuk tampil maksimal dihadapan narasumber menjadi tidak sesuai dengan perencanaan briefing sebelumnya yang membuatnya menjadi tertidur selepas berdiskusi dengan Nurhayati saat itu.

Hal yang perlu diperhatikan untuk untuk menjadi seorang jurnalis yang Professional adalah dengan mengedepankan kedisiplinan agar mendapat informasi yang dibutuhkan.

Setelah terbangun dan melihat rekan satu timnya baru berdatangan yang pada awalnya Ketua tim tersebut ingin menumpahkan kekesalannya akan tetapi entah kenapa mengurungkan niat tersebut karena mengangap nasi sudah jadi bubur sehingga tak ingin meluapkan emosinya

Dikarenakan kekesalannya saat itu sudah mereda, mereka kemudian menyusun kembali rencana wawancara ke narasumber berikutnya dan kembali mengingatkan agar selalu disiplin dalam mengerjakan sesuatu.

Saat itu melihat Nurhayati juga sudah terlihat tenang walau sebelumnya dia juga kesal dengan rekan timnya karena tak hadir pada saat wawancara, membuat Nurhayati menasehati rekan-rekan timnya untuk lebih disiplin dalam menghadapi seorang narasumber.

“Teman-teman ayolah kita harus semangat dan jangan lupa kita harus lebih disiplin lagi jangan sampai hal tadi terulang lagi karena masih banyak narasumber berikutnya yang akan kita wawancarai,” kata Nurhayati disela-sela evaluasi.

Hal ini pun menjadi pengalaman berharga untuk seorang jurnalis muda dalam mengejar narasumber agar mendapatkan  informasi yang mendalam.

Menjadi jurnalis muda sangat perlu memupuk suatu kedisiplinan, karena sedikit saja keteledoran dapat merubah suatu perencanaan bahkan dapat mempengaruhi isi tulisan yang awalnya liputan mendalam menjadi liputan cepat (straight news).

Mengejar narasumber memang tugas yang terbilang berat terlebih ketika menghadapi narasumber yang juga disiplin atau ingin menutupi informasi membuat seorang jurnalis perlu meningkatkan potensi dirinya dengan mengatur waktu istirahat atau rehat sejenak.

Comments (0)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.